MENUJU TUHAN

.......................... .JALAN-JALAN MENUJU TUHAN SEBANYAK NAFAS YANG KITA HEMBUSKAN

Rabu, 30 Juni 2010

Selintas Tafsir atas Ziarah Imam Zaman as

TULISAN ini akan membahas seputar ziarah kepada Imam Mahdi, Imam zaman kita, pada hari Jumat. Namun sebelum mengupas lebih jauh ihwal tafsir ziarah di hari Jum’at itu, perlu kiranya kita memahami keutamaan hari Jumat di dalam Islam.
Keutamaan Hari Jum’at
Islam memberikan penghargaan terhadap hari Jum’at. Sementara semua hari dalam seminggu adalah milik Allah, hari Jum’at menunjukkan keutamaannya.
Perhatikanlah hadis-hadis berikut.
1. Imam Musa Kazhim as mengatakan, “Allah menciptakan para nabi dan washi—salam atas mereka semua—pada hari Jum’at.” (Bihar al-Anwar, jil.15, hal.22 diriwayatkan dari Bashâir ad-Darajât)
2. Imam Muhammad Baqir as meriwayatkan, “Jum’at dinamakan sebagai Jum’ah (جمعه) lantaran pada hari itu Allah mengumpulkan seluruh makhluk dan mengambil satu perjanjian dengan mereka menyangkut keesaan-Nya, kenabian Nabi Muhammad saw, dan wilayah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as (Tahdzib al-Ahkam, oleh Syekh Thusi ra, jil.3, hal.3)
3. Nabi saw menyabdakan, “Hari Jum’at adalah hari ibadah. Jadi, sembahlah Allah sebanyak mungkin pada hari itu.” (Bihar al-Anwar, jil.59, hal.18-19)
4. Imam Ja’far Shadiq as mengatakan, “Hari Jum’at adalah hari raya bagi kaum Muslim. Pahalanya lebih besar daripada hari Idul Fitri dan hari Idul Adha. Hari raya terbesar adalah hari raya al-Ghadir yang jatuh pada 18 Dzulhijjah dan bahkan kejadian Idul Ghadir terjadi pada hari Jum’at. Al-Qa’im (Imam Mahdi) kami akan muncul kembali pada hari Jum’at. Bahkan hari kiamat akan terjadi pada hari Jum’at.” (Bihar al-Anwar, jil.59, hal.26).
5. Nabi saw bersabda, “Hari Jum’at adalah penghulu semua hari.” (Bihar al-Anwar, jil.40, hal.47)
6. Imam Muhammad Baqir as berkata, “Keutamaan hari Jum’at di bulan Ramadhan dari hari Jum’at di bulan-bulan lain seperti keutamaan Nabi saw dari para nabi yang lain.” (Wasa’il asy-Syi’ah, jil.10, hal.363)
7. Dalam hadis yang panjang yang berasal dari Imam Ali Hadi as disebutkan bahwa masing-masing hari mempunyai pemiliknya. Disebutkan dalam hadis itu, pemilik hari Jum’at adalah Imam Mahdi as.
Tafsir Ziarah Imam di Hari Jum’at
Setelah menyebutkan hadis di atas (No.7), ulama terpandang dan perawi doa-doa dan ziarah, Sayid Ibnu Thawus meriwayatkan ziarah kepada para imam as selama seminggu. Ahli hadis yang paling terpercaya, Syekh Abbas Qummi ra, juga mencatat ziarah untuk hari-hari yang berbeda dalam kompilasinya yang berharga, Mafatih al-Jinan.
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا حُجَّةَ اللَّهِ فِي أَرْضِهِ، ‘
Salam atasmu wahai hujjah Allah di atas bumi-Nya,
Ada tiga pengertian salam yang patut kita renungi.
Pertama, as-Salam merupakan salah satu nama Allah. Jadi, ketika kita mengucapkan assalamu ‘alayka (salam atasmu) sebenarnya kita tengah mendoakan agar sifat Allah (as-Salam) bersemayam kepada orang yang kita salami sekaligus mendoakan agar Dia melindungi orang yang kita salami.
Ucapan salam seorang mukmin kepada Imam Zaman tak keluar dari makna di atas. Dan, Imam as menjawabnya hanya kita saja yang tak mendengar.
Kedua, salam dalam arti berserah atau ketundukan. Dalam ucapan assalamu ‘alayka, kita sesungguhnya menyatakan penyerahan diri kepada al-Hujah, Imam Mahdi, dengan menunaikan apa-apa yang menjadi perintahnya. Maka, ketika seseorang mukmin berziarah dengan salam tersebut, ia diuji dengan perkataannya, yakni, apakah ia akan mengikuti (tunduk pada) kata-kata Imam as ataukah hawa nafsunya.
Pengertian ketiga salam adalah proteksi atau keamanan. Yakni, apabila seseorang mengucapkan assalamu ‘alayka, itu artinya ia tengah memberikan jaminan keamanan atau keselamatan dari dirinya kepada orang yang disalaminya.
Dalam konteks ziarah kepada Imam Mahdi, artinya, seorang mukmin berjanji untuk memberikan keselamatan kepada Imam as dengan cara tidak menyakitinya, baik secara fisik maupun ruhani, secara langsung maupun tidak langsung. Na’udzubillah min dzalik.
Frase al-Hujjah patut kita perhatikan. Hujjah berarti bukti. Hujjatullah artinya bukti Allah. Pluralnya adalah al-hujjaj. Kata ini disebutkan dalam beberapa ayat al-Quran seperti dalam al-Baqarah: 150, an-Nisa: 165, asy-Syura: 115. Dalam tiga ayat di atas, kata itu telah digunakan dalam pengertian bukti. Misalnya, dalam an-Nisa ayat 165, Allah berfirman, (Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Seperti halnya para nabi dan rasul as yang merupakan bukti-bukti Allah, para imam maksum as juga memiliki status ini. Dalam sebuah hadis, para nabi, para washi, dan para imam as telah digambarkan sebagai hujah lahiriah, sementera akal dilukiskan sebagai hujah batiniah. Hadis ini popular dengan sebutan “hadis Ibnu Sikkit”. Dalam hadis ini, Ibnu Sikkit, seorang ulama Ahlulbait yang tersohor dan terpercaya juga seorang pakar dalam sastra Arab, bertanya kepada Imam Ali Ridha as, “Mengapa Allah memberikan mukjizat yang berbeda-beda kepada para nabi?” Ketika Imam as menjawab pertanyaan ini, ia bertanya kembali, “Sekarang (karena tidak adanya para nabi), siapakah yang menjadi hujah Allah di muka bumi?” Imam as menjawab, “Akal, karena melalui akallah engkau bisa menetapkan keyakinan-keyakinan hujah Allah yang asli dan membedakannya dari yang palsu. Dalam hal ini, engkau bisa menolak para pengklaim.” (al-Kafi, jil.1, hal, 24; Bihar, jil.1, hal.105)
Teranglah dari hadis ini bahwa imam merupakan hujah lahir sementara akal adalah hujah batin. Dengan kata lain, imam adalah akal lahir, sementara akal adalah imam batin. Orang yang memiliki akal dan pemahaman tentu saja akan mengakui imamah imam di zamannya. Di sisi lain, pengikut Imam memiliki akal dan pemahaman yang mengantarkannya kepada pemahaman Imam. Hanya mereka yang akalnya tertutuplah (dengan dosa dan maksiat) yang menolak Imamah dari imam yang sejati. Itulah sebabnya, imam merupakan hujah ultimat Allah yang setelah itu orang-orang yang tertinggal tidak punya alasan atau dalih terhadap Allah.
Catatan Penting
Kata ardhihi artinya bumi Allah. Kata ganti hi merujuk pada Allah. Namun, kata “bumi” yang disebutkan dalam ziarah tidak hanya menunjuk bumi ini yang kita lihat di sekeliling kita. Sebaliknya, ia mengacu pada semua alam yang telah diciptakan oleh Allah Swt. Hadis berikut merupakan isyarat akan hakikat ini.
Imam Shadiq as memberitahukan, “Sesungguhnya bagi Allah ada 12.000 alam. Masing-masing alam ini lebih luas dari tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi. Ini adalah alam-alam yang bisa dilihat (oleh mata manusia). Selain dari alam ini, ada alam-alam yang tidak bisa dilihat (oleh mata manusia). Aku adalah hujah Allah untuk alam-alam ini.” (Tafsir Nur ats-Tsaqalain, jil.1, hal.16, hadis 72, diriwayatkan dari al-Khishal, jil.2, hal.171-172)
Dunia Tidak Pernah Kosong dari Hujah Allah
Satu kepercayaan yang kukuh di kalangan Muslim Syi’ah adalah bahwa bumi tidak pernah kosong dari hujah Allah meski sedetik. Apabila bukti Allah tidak ada, bumi akan hancur. Sebaliknya, seluruh semesta akan dihancurkan. Dalam konteks ini, Imam Shadiq as mengingatkan, “Jika bumi kosong dari hujah, ia akan dihancurkan.” (al-Kafi, jil.1, “Kitab al-Hujjah”)
Hujah Allah yang maksum telah diuraikan oleh Imam Ali as dalam suatu khotbah.
Saat di Kufah, Amirul Mukminin as menyampaikan sebuah khotbah panjang yang di dalamnya beliau melontarkan hal berikut:
“ Ya Allah! Adalah penting bagi-Mu untuk memiliki hujah-hujah di bumi-Mu. Satu hujah setelah hujah yang lain atas makhluk-Mu agar mereka (hujah-hujah) bisa membimbing mereka kepada agama-Mu dan mengajari mereka ilmu-Mu sehingga para pengikut kekasih-kekasih-Mu tidak terpencar (meskipun hujah-hujah ini) tampak tanpa ditaati, atau tersembunyi, cemas dan harap. Sekalipun pribadi-pribadi mereka tersembunyi dari orang-orang di masa damai dalam suatu pemerintahan yang zalim, pengetahuan mereka yang luas tak akan pernah tersembunyi dari mereka dan akhlak mereka akan menghunjam kuat di kalbu orang-orang mukmin. Orang-orang akan beramal atas (teladan) mereka, dekat dengan apa yang diasingkan oleh kaum pengingkar dan yang ditolak oleh kaum kafir kepada Allah. …”
Kemudian ia mengatakan:
“Ya Allah, sesungguhnya aku mengetahui yang gaib bahwa ilmu secara keseluruhan tidak akan tertutup ataupun substansinya akan terhapus. Karena sesungguhnya, Engkau tidak akan meninggalkan bumi-Mu kosong dari seorang hujah atas makhluk-Mu, baik ia itu tampak dan dipatuhi maupun tersembunyi dan tidak ditaati….”[] (Diterjemahkan dan diedit seperlunya oleh redaksi dari “Exegesis of Imam Zamana’s (a.t.f.s.) Ziarat”, Al-Muntazar Magazine, edisi Sya’ban 2006)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar